Tidak dapat dipungkiri sesungguhnya perkembangan intelektual yang berkembang dan berjaya sekarang di Barat berasal dari ilmuan-ilmuan muslim melalui sarana penerjemahan pengetahuan dari bahasa Arab ke bahasa Latin yang kemudian tersebar ke Eropa. Dengan demikian selama ini para sejarawan memang menutupi usaha pengembangan intelektual yang telah dilakukan para ilmuan muslim pada masa kejayaan dan keemasan kebudayaan kerajaan Islam. Diantara kerajaan Islam yang banyak menghasilkan Ilmuan Muslim adalah Dinasti Fathimiyah (296-555H/98-1171). Seperti yang diungkapakan oleh Syed Ameer Ali bahwa “di bawah kaum Fathimiyah di Mesir, Kairo tlah menjadi pusat intelektual dan ilmiah baru” .[1]

            Pada masa inilah yang disebut Harun Nasution sebagai periode Klasik (650-1250) yang merupakan zaman kemajuan. Di masa inilah berkembang ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan islam. Pada zaman ini di hasilkan ulama-ulama’ besar seperti tokoh –tokoh Mazdhab, Tasawuf, dan Filsafat. Apa penyebab dari kemajuan dan masa keemasan ini, bahwa dinasti Fathimiyah memiliki masjid jami’ yang dijadikan sebagai pusat pendidikan Islam pada masa itu, yang kemudian menjadi universitas tertua dalam sejarah  Islam yaitu universitas atau Jami’ah Al- Azhar. Inilah faktor atau penyebab utama kemajuan keilmuan yang ada di Mesir kususnya, dan di dunia Islam pada umumnya. Dalam tulisan ini selanjutnya akan dipaparkan tentang sejarah pendiri, dan berdirinya Al-Azhar, kebijakan pemerintah terhadap Al-Azhar, proses kegiatan belajar mengajar di Al-Azhar, ilmu – ilmu yaang dipelajari, cara belajar dial-Azhar, jumlah dosen dan mahasiswa, tokoh reformasi dan tokoh – tokoh yang menjadi Syekh Al-Azhar.


[1] Syed Ameer Ali, “The Spirit of Islam” terj, Api Islam ( Jakarta : Bulan Bintang, 1978) hal. 548

  1. BANI FATHIMIYAH PELETAK BATU PERTAMA AL-AZHAR

Dinasti Fathimiyah berdiri menjelang abad ke-10 ketika kekuasaan Dinasti Abasiyah di Bagdad mulai melemah dan daerah kekuasaanya yang luas tidak lagi terkoordinasikan. Kondisi ini telah membuka peluang bagi kemunculan dinasti-dinasti kecil di daerah-daerah,terutama yang gubernur dan sultannya memiliki tentara sendiri[1]. Diantara dinasti kecil yang memisahkan itu adalah dinasti Fathimiyah. Dinasti Fathimiyah sendiri mengambil nama dari Fathimah Az-Zahro’putri Roululloh SAW. Oleh karenanya para Kholifah Fathimiyah mengembalikan asal usul mereka kepada Ali bin Abi Thilib dan Fathimah binti Muhammad Rosululloh.

Dinasti Fathimiyah ini muncul di Afrika Utara pada akhir abad ketiga hijroh di bawah pimpinan Ubaidillah Al-Mahdi yang memiliki madzhabSyiah Ismailiyah. Mereka mengakui sebagai keturunan Nabi melalui Ali dan Fathimah melalui garis Ismail putra Ja’far al-Sadiq.

Pada tahun 909 M kelompok Syiah Ismailiyah di Afrika Utara ini dapat mengonsolidasikan gerakannya, sehingga pemimpin gerakan ini Ubaidilah al-Mahdi mengumumkan berdirinya dinasti Fathimiyah yang terlepas dari kekuasaan Dinasti Abasiyah. Ia memperkuat dan mengonsolidasikan kholifahnya di Tunisia dengan bantuan Abdulloh al-Syii seorang dai Ismailiyah yang sangat besar perannya dalam mendirikan Dinasti Fathimiyah tersebut. Pada tahun 359 H/969 M, Kholifah Muidz Lidinillah memindahkan ibu kota Dinasti dari Kairawan di Tunisia ke Al-Qohiroh di Mesir. Pada tahun ini pula diresmikannya Masjid Al-Azhar yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan mendasarkan pada madzhab Syiah Ismailiyah, sehingga dinasti inilah yang merupakan peletak batu pertama dari Al-Azhar Al- Syarif.


[1] Philip K, Hitti “ History  of The Arab” terj. ( Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2006) hal. 787

2. SEJARAH BERDIRINYA AL-AZHAR

Setelah selesai membangun kota Kairo lengkap daengan istananya, Jauhar as-Siqali yang merupakan panglima dari Al-Muiz, mendirikkan Masjid Al-Azhar pada tanggal 17 Romadhon tahun 359 ( 970M). Di kemudian hari masjid ini berkembang bulan Shafar 365 H ( Oktober 975 M) yang sampai sekarang berdiri megah. Nama Al-  Azhar diambil dari kata al- Zahra yang berarti yang bersinar atau bercahaya[1], julukan Fathimah putri nabi Muhammad SAW. Dan istri Ali bin Abi Tholib, imam pertama Syiah.[2]

Masjid al-Azhar selesai dibangun pada tahun 361 H ( 972 M), merupakan masjid pertama di Kairo dan masid keempat di Mesir, setelah Masjid Amru bin Ash, Masjid ‘Askar, dan Masjid Ahmad bin Thulun. Hali ini merupakan usaha dari dinasti Fathimiyah untuk menyebarkan faham Syiah.[3]

Presiden Mesir Muhamad Husni Mubarak dalam sambutannya pada perayaan hari ulang tahun Universitas al-Azhar yang ke-1000 menjelaskan bahwa universitas al-Azhar merupakan lembaga pendidikan tertua di dunia Islam, sebagai pioner kemajuan dan dan perembangan ilmu pengetahuan, menjadi referensi umat Isam dari berbagai negara. Karena manusia tidak akan memperoleh kemajuan serta tidak mampu menulis sejarah, tanpa memiliki ilmu pengetahuan dan pemikiran.

Al-Azhar dan kota Kairo merupakan bukti monumental sebagai produk peradaban Islam di Mesir yang tetap eksis sampai saat ini. Kata al-jamiah yang diterjemahkan universitas berawal dari nama sebuah masjid Jami’Al-Azhar. Fenomena ini menunjukkan peradaban yang sangat maju karena fungsi masjid tidak hanya tempat sholat saja sebagaimana yang dikonotasikan oleh mayoritas umat Islam saat ini, tetapi difungsikan lebih luas lagi.[4] Karena panjangnya sejarah Al-Azhar baik pertumbuhan dan perkembangannya dalam tulisan hanya memfokuskan pada permasalahan al-Azhar menjadi perguruan tinggi.


[1] Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Mukhdhor “ Al-‘Asriy” (Yogjakarta: Multi  karya grafika, 1998) hal. 1024

[2] Badri Yatim “ Sejarah peradaban Islam” ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) hal. 282

[3] Suwito (et al) “Sejarah Sosial Pendidikan Islam” ( Jakarta : Prenada Media, 2005) hal. 179

[4] Suwito (et al)…..hal. 180