• UNDANG-UNDANG AL-AZHAR

Undang-undang al-Azhar yang pertama dikeluarkan pada masa Ismail Basya memerintah Mesir ( 1228 H/ 1872 M.). Syekh al-Azhar pada masa itu ialah Syekh Muhamad al-Mahdi al-Abbasy. Dalam undang-undang itu diterangkan jalan untuk mendapat ijazah ‘alimiyah serta diterangkan pula mata  pelajaran  yang diujikan untuk mendapat ijazah.[1]

Ijazah- ijazah itu dibagi menjadi tiga tingkatan :

  1. Tingkat pertama namanya ijazah atau syahadah
    1. Tingkat menengah namanya Ahliyah
    1. Tingkat tinggi namanya ‘Alimiyah

Menurut undang-undang itu bahwa mata pelajaran yang dipelajari dan diujikan untuk memperoleh ijazah ‘Alimiyah sebagai berikut :

  1. Ushul fiqih
  2. fiqih
  3. Tauhid
  4. Hadis
  5. Tafsir
  6. Nahwu
  7. Shorof
  8. Ma’ani  
  9. Bayan
  10. Badi’
  11. Mantiq[2]

Demikianlah ilmu-ilmu yang dipelajari dan diuji menurut undang-undang lama, undang-undang lama ini tetap berlaku hingga sekarang meskipun telah dikeluarkan undang-undang baru, dan sampai sekarang tetap berlaku untuk mendapat syahadah ‘Alimiyah.

Pada tahun 1314 H/ 1896 M. telah diusahakan oleh Syekh Muhamad Abduh Bersama Syekh al- Azhar pada saat itu yaitu Syekh Hasunah Nawawi untuk mengadakan perbaikan al- Azhar dengan mengeluarkan udang-undang baru. Dalam undang-undang itu dimasukkan mata pelajaran baru sebagai berikut :

  1. Akhlak
  2. Mutholaakhah Hadis
  3. Berhitung
  4. Al-jabar
  5. Arudl
  6. Sejarah Islam
  7. Insya’
  8. Matan Lughoh
  9. Pokok-pokok ilmu ukur
  10. Ilmu Bumi

Pada tahun 1961 al-Azhar mengeluarkan undang-undang baru, hal ini mengakibatkan terjadinya sekulerisasi al-Azhar dalam arti fakultas-fakultas sekular didirikan. Tujuannya adalah menghasilkan lulusan-lulusan yang memperoleh pendidikan ilmu pengetahuan umum dan keagamaan sehingga agama tidak lagi merupakan profesi. Dengan demikian al-Azhar dinormalisir sesuai dengan sistem pendidikan naisonal dan ijazahnya distandarkan.[3]

Undang-undang ini mendorong pembangunan kembali dan penciptaan perguruan dan industri pertanian dan kedokteran sebagai tambahan perguruan tinggi islam. Pada tahun 1974 terdapat empat belas fakultas dan sekitar 60.000 mahasiswa.

Sebuah hasil penting lainnya adalah perguruan tinggi wanita Azhar yang memberikan gelar bagi studi ilmu-ilmu keislaman, bahasa Arab dan ilmu – ilmu sosial, maupun gelar insinyur tehnik dan bahasa-bahasa Eropa. Pembangunan perguruan tinggi wanita memang merupakan faktor yang mempesona bagi wanita – wanita dari berbagai negara Asia Tenggara.

Perguruan tinggi Islam untuk wanita memiliki jumlah mahasiswa sebanyak 14.000 orang, 1800 di antaranya dari luar negeri. Terdapat juga tingkat-tingkat pertama, persiapan dan tingkat kedua di al-Azhar untuk mempersiapkan mahasiswa memasuki kehidupan Universitas. Tingkat kedua membutuhkan pelajaran selama empat tahun dan Universitas al- Azhar telah meluaskan lembaga-lembaga diberbagai provinsi di Mesir.[4]

Pada tahun 1983, Universitas mengalami perluasan lebih lanjut dan jumlah fakultasnya melonjak hingga tiga puluh empat. Fakultas-fakultas tersebut adalah :

  1. Empat Fakultas Syariah dan Hukum, satu di Kairo dan di Provinsi-provinsi Assyut, Tahta, Damanhur. Fakultas Syariah kusus dalam fiqih dan hukum perbandingan.
    1. Enam Fakultas Ushuludin dan Dakwah, dua di Kairo dan masing-masing satu di Asyut, Tahta, Mansura, dan Shebin al-Qum kusus dalam ilmu-ilmu al-Quran, ilmu-ilmu sunnah, dakwah dan aqidah islam.
    1. Enam fakultas bahasa Arab, masing-masing sebuah di Kairo, Assyut, Zaqaziq, Mansura, Tahta  dan  Shebin al-Qum, kusus untuk linguistik Arab, Sastra, Kritik Sastra, Sejarah, Peradaban Islam dan Jurnalistik.
    1. Satu fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab di Kairo, kusus mendalami fiqih, Theologi, dan Ilmu-ilmu  Bahasa Arab, sitem  khalaqoh masih dipraktekkan di fakultas-fakultas Studi-studi Islam dan Bahasa Arab.
    1. Empat fakultas Studi Islam bagi mahasiswi, masing-masing satu di Kairo, Iskandariah, Suhag, dan Assyut dalam studi-studi Islam dan Arab.
    1. Satu fakultas Bahasa dan Penerjemahan hanya untuk laki-laki mengajarkan Bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Turki, Ibrani, Persi, Urdu dan bahasa-bahasa Afrika.
    1. Satu fakultas Pendidikan untuk laki-laki kusus dalam bahasa Arab, studi Islam, ilmu-ilmu sosial, pendidikan, psikologi dan administrasi.
    1. Fakultas-fakultas sisanya adalah fakultas – fakultas kejuruan seperti fakultas perdagangan, ilmu alam, kedokteran, farmasi, kedokteran gigi dan fakulta tehnik, pada kedua fakultas terakhir bahasa Inggris digunakan sebagai pengantar.[5]

Kurikulum fakultas-fakultas Teologi, Syariah telah disekulerkan dan semakin banyak profesor dengan gelar Ph.d luar negeri mengajar di kedua fakultas tersebut. Di fakultas Teologi diperlukan ebuah bahasa asing. Pogram bahasa Arab telah disekulerkan dan para lulusannyadipekerjakan sebagai guru dan pejabat.[6]

  • JUMLAH TENAGA PENGAJAR DAN MAHASISWA AL-AZHAR

Tenaga pengajar Universitas al-Azhar tahun 1985-1990

TahunGuru besarGuru besar MadyaDosenAsisten DosenJumlah
85/86 86/87 87/88 88/89 89/90592 590 657 714 716741 724 819 764 7341135 1045 1157 1185 12081377 1333 1401 1387 13613845 3692 4034 4050 4019

Jumlah Mahasiswa Universitas Al-Azhar

Tahun 1980-1990

Tahun AkademikSarjana S1Magiter S2Doktoral S3Jumlah
80/8165. 4461.89663467.976
81/8283.0341.75869485.486
82/83100.3942.149817103.360
83/84113.6012.049979116.629
84/85117.4132.059992120.464
85/86113.7611.875912116.548
86/87101.6092.6741.086105.369
87/8894.9612.4431.07798.481
88/8986.7502.2711.24590.266
89/9081.1081.7031.05383.864

Kemudian pada tahun 2006-2007 mahasiswa al-Azhar berjumlah 397.351 yang terdiri dari 254.160 mahasiswa dan 143.201mahasiswi. Mereka dibimbing oleh 11. 000 dosen. [7]

  • TOKOH REFORMASI AL-AZHAR

Membahas tentang reformasi pendidikan al-Azhar, Muhamad Abduh adalah salah satu tokoh reformis yang lahir pada tahun 1849 di Mahalat Nasr sebuah desa di Mesir, dan beliau meninggal pada 11 Juli 1905. Keluarganya terkenal berpegang teguh pada ilmu agama. Sejak berusia 12 tahun ia sudah hafal Al-Qur’an. Muhamad Abduh adalah seorang sarjana, pendidik, mufti, ‘alim, teolog, dan pembaharu.[8]

Salah satu isu penting yang menjadi perhatian Abduh sepanjang hayat adalah memperbaiki pendidikan. Baginya pendidikan sangat penting sekali, sedangkan ilmu pengetahuan itu wajib dipelajari. Yang menjadi perhatiannya adalah mencari alternatif untuk keluar dari stagnasi yang dihadapi sendiri dari sekolah agama Mesir, yang tercerminkan dengan baik sekali dalam pendidikan al-Azhar.

Program yang diajukannya sebagai salah satu fondasi utama adalah memahami dan menggunakan Islam dengan benar untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat. Dia mengkritik sekolah-sekolah moderen yang didirikan oleh misionaris assing juga meengkritik sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Katanya di sekolah misionaris siswa dipaksa mempelajari Kristen, sedangkan di sekolah pemerintah tidak diajarkan pendidikan agama sama sekali. 

Perhatian Abduh untuk memperbarui pendidikan, dan untuk mencari apa yang bermanfaat dari Eropa, juga diperkuat keinginannya untuk membendung pengambilan kritis. Abduh keberatan dengan upaya meniru pendidikan bangsa lain disebabkan pengalaman bahwa orang yang meniru bangsa lain, dan meniru adat bangsa lain, itu artinya sama dengan membukakan pintu bagi masuknya musuh.

Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, mencakup pendidikan universal bagi semua anak, yang semuanya harus mempunyai kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan harus mendapat pendidikan agama.[9]

Diantara pemikirannya yang berkaitan dengan reformasi sistem pendidikan dial-Azhar adalah :

  1. Beliau menentang pengkafiran terhadap segala sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan. Seperti membaca buku geografi, ilmu alam, atau filsafat adalah haram memakai sepatu adalah bid’ad.
    1. Materi pelajaran yang diberikan di al-Azhar tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama saja tetapi juga memperkenalkan sekaligusmengaarkan filsafat, sejarah dan peradaban Eropa, teologi serta logika.
    1. Beliau tidak setuju dengan metode pengajaran di al-Azhar yang lebih menekankan kepada mahasiswa untuk didik berfikir.[10]

Selain Muhamad Abduh tokoh yang sangat berpengaruh dalam mereformasi al-Azhar  adalah Rifa’a Badawi Rafi’ al- Tahktawi ( 1801- 1873), beliau adalah seorang anggota keluarga kuno dengan tradisi ajaran agama, bertempat tinggal di kota Takhta di Mesir, beliau merasa dirinya didorong oleh lingkungan dunia lama menuju dunia baru, pada tahun 1817 M, Takhtawi muda pergi sebagaimana leluhurnya untuk belajar di al-Azhar, di sana ia mengikutipelajaran dari kurikulum kuno, gurunya yang paling berpengaruh terhadap pemikirannya adalah Syekh Hasan Al-Attar, salah seorang sarjana besar di zamanya.[11]

Pemikiran Tahtawi yang sangat perlu diperhatikan adalah, bahwa ulama harus memiliki pemikiran moderen dan semua warga negara harus mendapat pendidikan, baik perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama, pendidikan harus sesuai dengan keaadan masarakat dan zaman agar tidak ketinggalan, pendidikan bagi wanita sangat penting karena bisa menciptakan keluarga yang harmonis, sakinah, anak –anak yang sholikh, dan terciptanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.[12]

Salah satu pemikirannya yang hampir sama dengan persoalan sekarang adalah masalah poligami, menurut beliau poligami tetap boleh dilaksanakan tetapi seorang laki-laki harus bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya, pendidikan menengah harus menumbuhkan kualitas dan semangat intelektual yang tinggi.

Menurut Takhtawi bahwa tujuan pendidikan haruslah untuk membentuk kepribadian bukan hanya untuk memberikan seperangkat pengetahuan, pendidikan harus menanamkan pentingnya kesehatan jasmani, keluarga dan kewajibannya, persahabatan, dan hub al-wathon.[13]  

  • AL-AZHAR DI INDONESIA

Salah satu mata rantai penting mengenai tingkat culture savante antara Timur Tengah dan Asia Tenggara adalah warisan fiqih dari Imam Syafi’I, da lebih penting lagi adalah pengaruh Imam Syafii yang merinci sebuah badan Ilmu pengetahuan yang sangat sistematis, bukan suatu kebetulan kalau Imam Syafii disebut Qadhi al-syariah, dan makamnya masih banyak dikunjungi orang Mesir.

Di Mesirlah Imam Syafii membuat rincian pendekatan yang sangat metodologis, tempat dia menulis kitab al-Umm, ar-Risalah, dan membentuk sistem intelektual untuk mengonsolidasikannya hadis hingga sekarang mungkin mungkin bagi  orang Indonesia, Kairo mewakili sebuah pusat untuk mempelajari fikih Syaffi. Mempelajari madzhab Syafii merupakan topik populer dikalangan mahasiswa pasca sarjana Indonesia.[14]

Dampak intelektual Mesir pada kususny dan Timur Tengah pada umumnya mulai dirasakan di Indonesia pada permulaan abad ini. Suatu pertentangan antara kaum konservatif dan kaum moderen yang belajar di Timur Tengah mulai terjadi di Sumatra Barat dan selanjutnya Jawa. Mesir sekarang masih dianggap pusat agama , juga pusat kebudayaan dan seni. Dengan adanya perjalanan jauh antara Indonesia dan Mesir untuk mencari ilmu, maka wajar kalau banyak jenis –jenis kebudayaan dan simbol dipertukarkan di antara kedua negeri tersebut.


[1] Mahmud Yunus…hal. 179

[2] Mahmud Yunus…hal. 179

[3] Mona Abaza “Islamic Education Perceptions and Exchanges” terj. Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi ( LP3S, 1999) hal. 26

[4] Mona Abaza…..hal. 27

[5] Mona Abaza…..hal. 27

[6] Mona Abaza…..hal. 27

[7] Direktorat  Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, ( Jakarta : DEPAG) hal. 46

[8] Suwito…..hal. 88

[9] Suwito….hal. 89

[10] Suwito…..hal. 186

[11] Albert Hourani “Arabic Thought in the liberal  Age” terj. Pemikiran liberal di Dunia Arab ( Jakarta: Mizan, 2004 ) hal. 112

[12] Albert Hourani ……..hal 124-125

[13] Albert Hourani………hal 126

[14] Mona Abaza…..hal 29