• CARA BELAJAR DI AL-AZHAR

Pada mulanya belajar di Al-Azhar sama juga dengan masjid-masjid yang lain yaitu menurut sistem khalaqoh, seorang pelajar memasuki al- Azhar dengan kemaunnya, kalau pelajaran guru itu tidak memuaskan baginya ia bebas pindah ke khalaqoh guru yang lain.

Setelah ia merasa bahwa ia telah mempunyai ilmu yang cukup dan kemauan untuk mengajar, ia minta izin kepada gurunya, lalu ia duduk mengajar, mengadakan khalaqoh sendiri di tempat yang kosong dalam Al-jami’ al-Azhar itu.

Kemudian hadirlah beberapa pelajar memasuki khalaqoh itu, kalau pelajarannya kurang memuaskan pelajar boleh meninggalkan khalaqohnya, dengan demikian khalaqoh itu menjadi vakum, tetapi kalau pelajaran giru itu memuaskan maka pelajar-pelajar itu tetap tinggal belajar di khalaqohnya, kemudian Syekh al –Azhar menganugrahi guru itu dengan ijazah.

Umumnya guru yang mengajar di khalaqoh itu duduk bersama pelajar-pelajarnya, tetapi kadang-kadang guru itu duduk di atas kursi, dikelilingi oleh pelajar-pelajar, pelajaran diberikan oleh guru dengan menerangkan isi kitab yang diajarkannya, bukan saja dengan menerangkan syarahnya, bahkan juga menerangkan hasyiyahnya, dengan panjang lebar.

Selain itu diadakan munaqosah dan perdebatan antara para pelajar dan guru untuk menajamkan otak dan memperdalam ilmu, demikianlah sistem belajar di al-Azhar sampai diadakan perubahan baru dan moderen.[1]

  • ILMU-ILMU YANG DIAJARKAN DI AL-AZHAR

Pada mulanya al-Azhar hanya untuk sholat baik sholat lima waktu maupun sholat jum’at dan tempat dakwah mazdhab Syiah oleh Kholifah-kholifah. Ilmu fiqih yang diajarkan di al-Azhar adalah yang menurut madzhab Syiah, sedangkan mazdhab yang lain dilarang. Ada seorang laki-laki yang menyimpan kitab l-Muwatto’ karangan Imam Malik dihukum dan dipenjarakan.

Pada masa kholifah Al-Aziz dengan usahanya wazir yang bernama Ya’qub bin Kilis al-Azhar menjadi Universitas al-Azhar. Di dalamnya diajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu aqliyah sehingga al-Azhar menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam, di sekeliling al-Aharkholifah mendirikan gedung dan tempat jama’ah fuqoha’ banyaknya 35 orang, yang semuanya didanai oleh kholifah, bahkan pelajar-pelajar juga mendapat pakaian, makanan, dan tempat kediaman yang gratis.[2]

Ilmu-ilmu Agama yang diajarkan di al-Azhar ketika itu :

  1. Tafsir
  2. Qira’at
  3. Hadis
  4. Fiqih
  5. Kalam
  6. Nahwu dan Shorof
  7. Lughoh
  8. Al-Bayan
  9. Al-Adab[3]

Ilmu- ilmu Aqliyah yang diajarkan di al-Azhar ketika itu :

  1. Filsafat
  2. Ilmu ukur
  3. Falak dan Nujum
  4. Musik
  5. Kedokteran
  6. Kimia
  7. Ilmu Pasti
  8. Sejarah
  9. Ilmu Bumi[4]

Singkatnya pada masa Fathimiyah al-Azhar menjadi pusat ilmu pengetahuan agama dan filsafat di samping Dar al-Ilm / Dar al-Hikmah yang didirikan oleh kholifah al- Hakim.

Para cendekiawan belajar al-qur’an, astronomi, tata bahasa,  leksiografi dan ilmu kedokteran di  Dar al-Ilmi / Dar al- Hikmah, gedung tersebut juga diperindah dengan karpet, dan pada semua pintu dan koridor terdapat tirai, untuk perawatanya ditugaskan manajer, pelayan, penjaga, dan pekerja kasar lainya. Al- Hakim memberikan hak masuk bagi setiap orang tanpa perbedaan pangkat, siapa yang ingin membaca dan menyalin buku.

Pada tahun 403 Al- Hakim mulai mengadakan majlis ilmu rutin yang dihadiri oleh para ahli kesehatan, mantik, fikih, kedokteran bersama- sama mengkaji berbagai masalah.

Demikianlah al-Hakim sebagai kholifah terpelajar memfasilitasi segala yang berhubungan dengan perkembangan intelektual pada masa pemerintahannya. Tetapi dalam sejarahnya Dar-al Ilmi / Hikmah  yang terkenal sebagai pusat pendidikan pernah ditutup oleh sultan al-Malik al-Afdhol dikarenakan terdapat dua orang ilmuan tamu yang mengajarkan ajaran yang menyeleweng.[5]

Ketika Mesir hilang kemerdekaanya ( 922 H/ 1517 M.) mundurlah pendidikan dan pengajaran di al- Azhar kususnya dan di madrasah-madrasah umumnya. Pada masa itu ilmu-ilmu yang diajarkan di al-Azhar hanya ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab saja. Sedangkan ilmu-ilmu Aqliyah seperti filsafat, ilmu pasti, ilmu bumi dan sebagainya dianggap haram hukumnya. Dengan demikian lenyaplah ilmu-ilmu Aqliyah di al-Azhar dan cukup ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab saja yang masih ada.[6]

Meskipun demikian ilmu-ilmu aqliyah tidak hilang begitu saja di al-Azhar, karena para guru tetap saja mengajarkan ilmu-ilmu tersebut tetapi hanya di rumah mereka masing-masing. Diantara yang masih tetap belajar ilmu-ilmu aqliyah adalah Syekh Ahmad Abdul Mun’im ad-Damanhuri, dalam ijazahnya disebutkan diantara ilmu-ilmu yang telah dipelajarinya ialah: berhitung, miqat, al-jabar, ilmu ukur, ilmu falaq, ilmu kesehatan, ilmu hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sejarah.

Pada tahun 1304 H/ 1886 M, Syekh al- Azhar, Syekh al- Indaby mengeluarkan fatwa bahwa mempelajari ilmu –ilmu aqliyah tidak haram tetapi boleh, sehingga ilmu-ilmu aqliyah diajarkan kembali.

Setelah Muhamad Ali memerintah Mesir,  al-Azhar mendapat perhaatian dari beliau dan Raja-raja sesudahnya, sehingga dikeluarkan Undang-undang al-Azhar untuk memperbaiki dan memperbaharuinya.

  • KITAB –KITAB PELAJARAN  AL-AZHAR DAHULU

a.   Kitab- kitab pelajaran di al-Azhar pada masa Mamluk

  1. Kutub al- Sittah ( Bukhori, Muslim, Abu Daud, At- Tirmizi, An-Nasai, Ibnu  Majah)  Musnad Ahmad dan Syafi’i.
    1. Umdatul Akhkam ( Hafizd Abdul Ghani )
    1. Syuzur Az-Zahab ( Ibnu Hisyam )
    1. Jam’ul Jawami’
    1. Al- Badrul Munir
    1. As-syarkhul Kabir ( Ar- Rofi’I )
    1. Al-Minhaj ( An-Nawawi )
    1. Hadis Arbai’in
    1. Al- Waraqat
    1. Al- Lamkhatul Badriyah[7]

b.   Kitab-kitab pelajaran di al-Azhar pada masa Usmaniyah Turki

1.  Al-Asymuni

2.  Ibnu Aqil

3.  Syekh Kholid dan Syarahnya

4.  Al-Azhariah dan Syarahnya

5.  As-Syuzur

6.  Syuruh al-Jauharoh

7.   Al- Hudadi

8.  Syarah As-Syamsiyah al-Kubro was Sughro

9.  Kitab al-Mantiq

10. Kitab al-Isti’aroh, Ma’ani, Badi’ dan bayan.[8]

  • ULAMA’-ULAMA’ BESAR  ALUMNI AL-AZHAR

Pada masa kejayaannya al-Azhar memiliki banyak pelajar atau mahasiswa baik dari dalam negeri maupun luar negeri diantara para alumninya yang menjadi ulama’ besar adalah sebagai berikut:

  1.    Izzudin bin Abdussalam berasal dari Mesir[9]
    1. Imam As-subkhi dan anak-anaknya berasal dari Mesir
    1. As- Syihab al-Qorory berasal dari mesir
    1. Ibnu Hisyam berasal dari Mesir
    1. As-Siraj al-Balaqoiny berasal dari Mesir
    1. Jalalludin As-Suyuti bersal dari Mesir[10]
    1. Ibrahim bin Isa berasal dari Andalusia
    1. Izzudin Umar berasal dari Quds
    1. Imam  as-Syahbani berasal dari Ashbahan
    1. Ibnul Haj Muhamad al- Abdary berasal dari Fas
    1. Abu hayan Muhamad bin Yusuf berasal dari Ghirnathoh
    1. Tajudin at- Tibrizy berasal dari  Tibriz
    1. Al- Hafizd al-Iraqi berasal dari Iraq
    1. Al- Hafidz Ibn Hajar al- Asqolani berasal dari Asqolan[11]
    1. Muhamad bin Muhamad al-Baghdadi berasal dari Baghdad
    1. Syekh Islam Zakaria al-Anshori berasal dari Mesir

Qasim bin Muhamad at-Tunusy berasal dari Tunisia[12]


[1] Mahmud Yunus…..hal. 179

[2] Mahmud Yunus…..hal. 175

[3] Mahmud Yunus….hal. 175

[4] Mahmud Yunus….hal. 175

[5] Suwito…..hal. 130

[6] Mahmud Yunus….hal. 177

[7] Mahmud Yunus…..hal. 182

[8] Mahmud Yunus…..hal. 182

[9] Termasuk proklamator kaidah-kaidah fiqih.

[10] Beliau ulama’ yang sangat produktif dalam menulis kususnya dalam bidang tafsir, dan bahasa karyaya tidak kurang dari 500 kitab

[11] Beliau adalah Ulama’ hadis yang terkenal yang mengarang kitab Fath al-Bari syarakh Shokhikh Bukhori, 17 juz, dan Bulugh al-Maram

[12] Mahmud Yunus….hal. 176